Di dalam keluarga anak-anak mendapatkan kasih dan sayang. Apalagi
ketika kasih dan sayang itu diterima secara penuh dari kedua orang tuanya.
Karena dari sinilah akan muncul manusia yang sehat secara mental.
Kasih sayang akan lengkap
bilamana di dalam keluarga tidak ada kekerasan, baik antara pasangan suami
istri atau para anggota keluarga lainnya orang kepada anak, ataupun dari
lingkungannya. Rasulullah saw., bersabda yang artinya: “ Dari Aisyah ra., ia
berkata, Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya seorang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya dan paling lembut
akhlaknya dan paling lembut memperlakukan keluarganya.”(Sunan al-Tirmidzi,
2537)
Seperti inilah gambaran keluarga
sakinah, yang didambakan dalam Islam. Yang kemudian diharapkan dari itu semua
adalah terciptanya generasi Islam yang sehat dan kuat, baik secara ekonomi dan
fisik serta mental dan spiritual.
Disinilah orang tua memiliki
peran yang cukup signifikan untuk memberikan yang terbaik untuk keturunannya.
Hitam-putih kehidupan anak sangat ditentukan oleh orang tuanya. Tantangan bagi
semua orang tua adalah bagai mana menjadikan keluarga sebagai basis untuk
membentengi seluruh anggota keluarga dari berbagai hal negatif yang mungkin
terjadi disekitar lingkungannya; meningkatkan kesehatan seluruh anggota
keluarga; menciptakan suasana yang kendusif yang dapat mendukung tumbuh kembang
anak menjadi manusia yang sehat dan kuat dari segala sisi. Sabda Nabi Muhammad
saw, yang artinya: “ Dari Abi Hurairah ra., ia berkata, Rasulullah saw
bersabda: ‘ Setiap anak terlahir dalam keadaan suci-bersih, maka orang tuanya
yang akan menjadikan dia Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”(Shahih Al-Bukhari,
1297)[1]
Di antara faktor yang banyak
berpengaruh bagi timbulnya kenakalan anak, rusaknya akhlak dan hilangnya
kepribadian mereka adalah keteledoran kedua orang tua dalam memperbaiki diri
anak, mengarahkan dan mendidiknya.[2]
b.
Jalanan.
Jalanan tempat bermain dan lalu lalang anak-anak terdapat banyak manusia dengan berbagai macam perangai, pemikiran, latar belakang sosial dan pendidikan. Dengan beragam latar belakang, mereka sangat membahayakan proses pendidikan anak, karena anak belum memiliki filter untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk.
Jalanan tempat bermain dan lalu lalang anak-anak terdapat banyak manusia dengan berbagai macam perangai, pemikiran, latar belakang sosial dan pendidikan. Dengan beragam latar belakang, mereka sangat membahayakan proses pendidikan anak, karena anak belum memiliki filter untuk menyaring mana yang baik dan mana yang buruk.
Di
sela-sela bermain, anak akan mengambil dan meniru perangai serta tingkah laku
temannya atau orang yang sedang lewat; sehingga terkadang mampu merubah
pemikiran lurus menjadi rusak, apalagi mereka mempunyai kebiasaan rusak,
misalnya perokok, pemabuk dan pecandu narkoba; maka mereka lebih cepat
menebarkan kerusakan di tengah pergaulan anak-anak dan remaja.[3]
jalanan
tempat bermain anak-anak terdapat berbagai macam perangai, pemikiran, latar
belakang sosial dan pendidikan maka diatara mereka ada yang terpengaruh dengan
musik jahiliah dan lagu-lagu cengeng. Sehingga interaksi anak dengan
teman-teman main dan jalanan akan memberi pengaruh pada pemikiran, pemahaman,
tingkah laku dan karakter maka pengaruh jalanan dalam pendidikan anak tidak
bisa diremehkan. Dari selah-selah bermain anak mengambil dan meniru perangai
dan tingkah laku temannya sehingga terkadang teman mampu merubah pemikiran
lurus menjadi rusak apalagi teman-teman yang rusak, perokok, pemabuk, pecandu
narkoba, maka mereka lebih cepat menebarkan kerusakan ditenggah pergaulan muda
mudi.[4]
c. Sekolah.
Sekolah merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat bertemunya ratusan anak dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda, baik status sosial maupun agamanya. Di sekolah inilah anak akan terwarnai oleh berbagai corak pendidikan, kepribadian dan kebiasaan, yang dibawa masing-masing anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yang berbeda-beda.
Sekolah merupakan lingkungan baru bagi anak. Tempat bertemunya ratusan anak dari berbagai kalangan dan latar belakang yang berbeda, baik status sosial maupun agamanya. Di sekolah inilah anak akan terwarnai oleh berbagai corak pendidikan, kepribadian dan kebiasaan, yang dibawa masing-masing anak dari lingkungan dan kondisi rumah tangga yang berbeda-beda.
Begitu
juga para pengajar berasal dari berbagai latar belakang pemikiran dan budaya
serta kepribadian. Bagaimanakah keadaan mereka? Apakah memiliki komitmen
terhadap aqidah yang lurus? Ataukah sebagai pengekor budaya dan pemikiran Barat
yang rusak? Ataukah para pengajar memiliki pemikiran dan keyakinan yang
dibangun berdasarkan nilai agama? Ataukah hanya sekedar pengajar yang
menebarkan racun pemikiran dan budaya busuk, sehingga menghancurkan anak-anak
kita? Seorang pengajar merupakan figur dan tokoh yang menjadi panutan anak-anak
dalam mengambil semua nilai dan pemikiran tanpa memilah antara yang baik dengan
yang buruk. Karena anak-anak memandang, guru adalah sosok yang disanjung,
didengar dan ditiru. Sehingga pengaruh guru sangat besar terhadap kepribadian
dan pemikiran anak. Oleh sebab itu, seorang pengajar harus membekali diri
dengan ilmu dîn (agama) yang Shahîh sesuai dengan pemahaman Salafush-Shalih dan
akhlak yang mulia, serta rasa sayang kepada anak didik. Dan tidak kalah
penting, dalam membentuk kepribadian anak di sekolah, adalah kurikulum
pendidikan.[5]
[1]
Mulia Musdah Siti, 2011. Membangun Surga di Bumi, Jakarta, PT. Elex
Media Komputindo. Hal. 135
[2] Ulwan
Nashih Abdullah, 2007. Pendidikan Anak Dalam Islam, Jakarta, Pustaka
Amani. Hal. 145
[4]
Al-Maghribi bin Al-Maghribi Said, 2006. Begini
Seharusnya Mendidik Anak, Jakarta, PT. Pustaka Darul Haq. Hal. 269
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda