Minggu, 22 Januari 2012

WEKWEK TAK BISA MENGERAMI TELUR


       

            Di tepi rawa, hidup sekawanan unggas. Ada itik, ayam, bangau, pipit dan sebagainya.mereka hidup bangau dan bahagia. Rawa itu luas dan menyediakan banyak makanan.
            Kalau senja tiba, matahari turun kesebelah barat, air berwarna keemasan. Tampak indah dilihat. Angsa dan bebek berenang-renang, bangau melamun dibawah pohon, burung pipit benari-nari diatas ranting,dan ayam berkotek bercengkram ditepian. Salah satu bebek berusia remaja. Namanya wek-wek. Tubuhnya kuat dan paruhnya berwarna coklat tua. Ia lincah bermain kesana kemari. “wek-wek-wek…..! teriak wekwek. “selamat sore pak angsa.” Sapanya sambil mencipratkan air kemuka pak angsa.
“ho-ho! Selamat sore!” jawab pak angsa sambil menutupi wajahnya agar tidak terkena cipratan air.
            “Kenapa kau masih bermain? Lihatlah hari sudah sore. Kau harus mencari makan supaya nanti malam tidak kelaparan.”
“Ah……..tidak mau!” kata wekwek. “ Aku mau bermain!” teriaknya. Ia menjauh sambil kembali mencipratkan air kemuka pak Angsa. Cepat-cepat Pak Angsa menutupi mukanya.
            Menjelang malam, wekwek pulang kekandang. Ia berjalan lunglai dengan perut keroncongan. “wekwek….lapar sekali,” keluhnya. “Kenapa malam selalu gelap? Kalau begini aku tidak bisa mencari makan.”
Untunglah Pak Angsa yang baik hati memberinya makanan. “ini, makanlah! Dan segeralah tidur!”
“Oho….terimakasih!’ kata wekwek. Ia segera makan dengan lahap. ‘ingat, segeralah tidur dan jangan membuat gaduh agar tidak mengganggu tetanggamu yang ingin istirahat, “ pesan Pak Angsa.
Tapi Wekwek tak menghiraukan nasihat itu. Usai makan, Ia bernyanyi-nyanyi rebut. “Wek wek wek…..aku bahagia! Perut kenyang, perutku kenyang! Wek wek wek……hatiku senang!”
Rumah pak jago disamping rumah Pak Wekwek. Wekwek bernyanyi sampai larut malam. Pak jago merasa tergangu dan tidak bisa tidur. Berkali-kali ia p[indah tempat tidur, tapi nyanyian Wekwek terus mengganggu.
“kalau aku tidak segera tidur, aku besok akan terlambat berkokok.” Keluh Pak Jago. Ia segera meloncat kedahan yang tidak begitu tinggi. Hap…! Tapi, suara Wekwek masih mengganggu. Pak Jago mencari dahan yang lebih tinggi lagi. Hap…hap..hap…!
“kenap kesini Pak Jago?” Tanya Bu Pipit “tempatmu dibawah sana.” Pak Jago tersenyum kecut. “ Maaf, bolehkah aku tidur disini? Wekwek tidak mau berhenti bermain. Ia terus benyanyi dengan suara yang rebut.”
“Baiklah, “ kata Bu Pipit ramah. “Tidurlah disana,” Bu Pipit menunjuk sebuah dahan asam aygn nyaman. “Terimakasih,” kata Pak Jago.
            Pagi pun tiba.mereka semua bangun pagi. Hari ini mereka ada kegiatan dan senam bersama. Pak Angsa sebagai Guru mereka. “Hari ini kita akan membahas dan belajar tentang bagaimana cara mengerami telur” wekwek terus rebut dan tidak mau mendengar Pak Angsa member pelajaran. Pak Angsa menegur, duduklah yang tenang dan perhatikan pelajaran!”
“Aaaah…bosan belajar terus,” bantah Wekwek. “Aku mau bermain!”
“Tidak kata Pak Angsa. “Duduklah dan perhatikan! Simaklah pelajaran agar kau tidak menjadi anak yang bodoh.”
‘Tidak mau,” bantah Wekwek. Aku mau bermain.”
Wekwek bermain dan meninggalkan sekolah menuju rawa dan bermain-main.”
“Tralala…aku gembira. Bermain membuat hatiku gembira. Aku tak maubelajar dan bekerja. Aku hanya ingin bermain dan bergembira.”
Beberapa hari kemudian, penghuni rawa mulai bertelur. Burung Pipit bertelur empat butir. Ayam bertelur delapan butir, Bangau bertelur tiga butir, Angsa bertelur lima butir, dan Wekwek bertelur dua butir.
            Mereka mengerami telur disarang masing-masing. Pipit didahan asam. Ayam disemak-semak. Angsa ditepi rawa. Bangau diatas pohon akasia. Tapi, Wekwek binging hendak mengerami telurnya dimana. Sarangnya berantakan karena setiap hari ia hanya bermain-main saja.
            Wekwek memanggil-manggil Bu Bangau, ‘Ayolah ajari aku mengerami telur.” Pintanya memelas. Tapi, bu Bangau belum begitu mahir mengerami telur. “Aku baru belajar, Wekwek, jadi aku minta maaf karena tidak bisa mengajarimu.”
“kalau begitu bagaimana jika telur iniku titipkan saja kepadamu?”
Bu Bangau menolak. “sarangku sudah penuh dengan telurku sendiri. Cobalah kau titipkan pada Bu Pipit. Barang kali ia mau.
            Wekwek pun mendatangi Bu pipit. Namun, begitu ia mengutarakan niat itu, bu Pipit berperanjat. “apa? Menitipkan telur? Aduh, maaf, Wekwek. Aku tidak bisa. Telurku akan pecah tertindih telurmu. Telurku kan kecil-kecil.”
‘Oh, alangkah malangnya nasibku,” keluh Wekwek.
“kenapa kau tidak menitipkannya pada Bu ayam saja?”
Wekwek mendatangi Bu ayam untuk menitipkan telur. Namun, Bu Ayam juga menolak. “maaf, Wekwek. Bukannya aku tak mau menolong. Tapi telurku sudah terlalu banyak. Aku khawatir tidak akan bisa merawatnya dengan baik,” alasannya.” Cobalah kau titipkan saja pada Bu Angsa.”
“bu Angsa?” Tanya Wekwek, enggan. ‘pasti dia tidak akan mau karena menyepelekan pelajaran yang diberikan oleh suaminya.”
Tapi, akhirnya Wekwek mendatangi Bu Angsa juga. “Bolehkah aku menitipkan telur?’ tanyanya.
“Apa?” bu Angsa terkejut. “jadi, telurmu belum kau erami?”
Wekwek menggelengkan kepala. Bu Angsa khawatir. “ini sudah berapa hari, Coba? Baiklah, aku akan mengeraminya. Tapi, aku tidak janji telur itu akan menetas, sebab bisa jadi telur itu sudah rusak karena tidak kau erami beberapa hari.”
Tak beberapa lama kemudian, telur-telur itu mulai menetas. Bu pipit gembira. Telurnya yang menetas pertama. Disusul bu Bangau dan Bu Ayam. Seluruh telur mereka menetas. Telur Bu Angsa menetas beberapa hari kemudian. Tapi, diantara telur-telur itu, ada dua butir yang tidak menetas. Warnanyna yang semula kemudian, kini agak hitam. Itu adalah telur wekwek. ‘telurmu tidak bisa menetas,” kata Bu Angsa, sedih. Wekwek menangis tersedu-sedu didepan telurnya yang membusuk. Ia menyesal. Ini semua gara-gara ia tidak mau memperhatikan pelajaran yang telah di ajarkan Pak Angsa.


HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL
            Kita harus memperhatikan ketika guru atu orang yang sedang memberikan pelajaran kepada mereka. Sehingga kita bisa memahami apa yang diajarkan oleh guru kita. Sehingga kita tidak seperti Wekwek yang tidak bisa mengerami telurnya sendiri. Karena dia tida memperhatikan pelajaran dengan baik.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda